Rendezvous
Cinta di Awal Sekolah*
Oleh:
Dedi Prestiadi
Waktu
berlalu begitu cepat, tak terasa tiga bulan sudah aku menjadi murid Sekolah
Menengah Pertama. Rasanya baru kemarin saat aku membaca daftar nama-nama yang
diterima di Sekolah Menengah Pertama impianku. Sebuah sekolah di pinggiran desa
yang dikelilingi oleh area persawahan sehingga sekolah ini lebih dikenal dengan
sebutan Sekolah Mewah yang berarti Mebet Sawah (Mewah). Meskipun
demikian aku tetap bangga bisa berada di Sekolah Mewah ini karena meskipun
letaknya terpencil namun soal prestasi tidak diragukan lagi, nama Sekolah Mewah
kerap kali muncul sebagai juara pada saat event-event perlombaan antar
Sekolah Menegah Pertama.
Pagi
ini begitu indah, ilalang menari-nari dengan riangnya di antara hamparan padi
yang mulai menguning dan kicauan burung yang melantunkan suara merdunya. Pagi
ini aku bersiap untuk menjadi petugas upacara bersama teman satu kelasku. Dan
kebetulan aku mendapat tugas untuk membawakan teks Pancasila yang akan di
bacakan oleh Pembina Upacara. Aku sendiri sebenarnya malu karena harus berdiri
di belakang Pembina Upacara, tetapi aku tak kuasa menolak saat pengurus OSIS
menyuruh kelasku untuk bergantian menjadi petugas pagi ini. Upacara telah
dimulai aku berjalan ke tengah lapangan tepat di samping belakang pembina.
Semua mata tertuju padaku yang berdiri di depan. Rasanya malu sekali harus
berdiri di sini dan menjadi tontonan siswa-siswa yang lain, belum lagi sengatan
sinar mentari yang semakin lama terasa semakin membakar kulit ariku. Namun
seketika semua rasa itu sirna saat mataku tertuju pada sebuah wajah cantik. Aku
tak tahu siapa dia, namun wajahnya bersinar dan matanya begitu indah,
memberikan kesejukan saat kupandangi.
***
Gadis
itu adalah Nayla, Siswi kelas 7A. Setelah beberapa hari aku mencari tahu
tentangnya akhirnya aku tahu juga siapa dia. Bayangan wajahnya masih saja
membekas di benakku. Inikah yang dinamakan cinta. entah aku tak bisa
menerjemahkannya. Selama ini aku belum pernah mengalami perasaan seperti ini. Apakah
ini menjadi pertanda masa puberku, entahlah aku tak tahu, pastinya saat aku
mengingat wajahnya aku merasakan bahagia yang berlebih. Hari ini aku beranikan
untuk mengirim sebuah surat untuknya. Kebetulan ada teman dekatku yang satu
kelas dengannya. Tak banyak yang aku tulis memang, aku hanya berharap dia mau
datang ke tempat yang aku janjikan.
***
Sudah
satu bulan semenjak aku mengirimkan surat padanya. Aku selalu menunggu di
tempat ini. Namun kau tak pernah menemuiku. Nampaknya surat yang aku layangkan
padanya akan berakhir dengan sia-sia. Yah, mungkin saja dia tidak mau memenuhi
undanganku. Biarlah aku mengingat wajah manisnya meskipun kau tak pernah
merasakan apa yang aku rasakan. Aku tidak bisa fokus mengikuti pelajaran
matematika pagi ini. Fikiranku kacau dibuatnya. Bayangan itu seolah hadir di
papan tulis antara rentetan rumus-rumus matematika yang di tulis Pak Guru pagi
ini.
Usai
Pelajaran aku pergi ke perpustakaan untuk menunggumu di sini. Aku membuka buku
matematika dan begitu terkejutnya aku, saat sebuah surat telah tersemat
diantara lembaran-lembaran halaman buku yang aku pegang. Tak banyak memang yang
kau tuliskan di surat ini. Namun ini sudah cukup membuatku terbang ke singasana
kebahagiaan tertinggi.
“Aku
sudah memperhatikanmu disini saat pertama kali kau menyuruhku kesini. Namun aku
sengaja melihat kesetiaanmu menungguku
di sini. Dan sekarang aku telah datang memenuhi pintamu...” Ucapnya sama persis
dengan isi surat ini.
Begitu
kagetnya aku mendengar katanya. Baru pertama kali aku mendengar kalamnya, begitu
lembut membasuh hati yang merindu penuh dengan cinta dan kemisteriusan. Setelah
sekian lama aku menunggu, akhirnya kau datang memenuhi panggilan cintaku
padamu. Disini kita bertemu menyatukan cinta yang lama kupendam.
***
_____________
* Flash Fiction yang gagal masuk sebagai kontributor dalam antologi aku dan sekolah. tetapi terpilih sebagai flash fiction paling so sweet diantara peserta yang lain. :)